Jumat, 02 Juli 2021

KASUS ETIKA BISNIS DI INDONESIA BY FIRDAUS

 

Kasus etika bisnis yang ada di indonesia

1.     PT Sriboga Marugame Indonesia maupun PT. Sarimelati Kencana

Analisis kasus :

 

Penggunaan bahan kadaluwarsa jelas dilarang dalam praktik usaha, hal tersebut jelas sudah melanggar UU tentang pangan No 18 tahun 2012 pasal 143, yaitu “Setiap Orang yang dengan sengaja menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel kembali, dan/atau  menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa Pangan yang diedarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)”. Tidak hanya itu jika kabar menganai kasus ini benar perusahaan juga telah melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen secara tegas telah menjamin keselamatan para konsumen, dengan mewajibkan kepada setiap produsen untuk menyajikan makanan berkualitas.

 

Kasus ini juga seakan menggambarkan kelonggaran pengawasan atas penggunaan bahan-bahan yang akan diolah menjadi makanan. Pada hakikatnya memang belum tentu makanan yang sudah kadaluawsa jika dikonsumsi akan berbahaya, belum tentu seperti itu. Namun, sudah pasti kadar gizinya berubah dan rasanya pun tidak sama lagi. Meskipun dalam berita diatas perusahaan juga telah menjelaskan sekalipun ada perpanjangan masa kadaluawsa perusahaan tidak melakukannya dengan tanpa pertimbangan dan penelitian terhadap produknya, perusahaan hanya berani melakukan perpanjangan masa kadaluwarsa jika mendapat izin dari kendali mutu dan rekomendasi dari pemasokterlebih dahulu, namun tetap saja jika dilakukan ada pelanggaran etika di dalamnya, karena sebagai produsen dan pelaku usaha sangat jelas telah diatur dalam Undang-Undang untuk menjamin kesehatan dan keselamatan konsumennya.

 

Penyimpangan Prinsip-Prinsip Etika Bisnis :

 

Prinsip Kejujuran : Jika benar terbukti PT Sriboga Food Group menggunakan bahan pangan yang diperpanjang masa kadaluwarsanya perusahaan telah tidak jujur kepada konsumennya mengenai kualitas produk yang mereka tawarkan kepada konsumennya. Adanya kasus ini juga bisa menurunkan citra produk perusahaan tentunya. Ini juga menunjukan bahwa perusahaan belum sepenuhnya bersikap trasparan dalam menjalan praktik usahanya.

 

Prinsip Saling Menguntungkan : Prinsip ini menjelaskan bahwa seharusnya praktik usaha harus menguntungkan pihak yang terlibat didalamnya, dalam kasus ini konsumen tentu akan dirugikan akibat produk yang ditawarkan berbeda kualitasnya dengan apa yang ditawarkan oleh produsen. Produsen memang wajar mencari untung berusaha menekan biaya produksi dan menginginkan gain profit yang tinggi tapi seharusnya hal tersebut tetap dilakukan sesuai hukum yang berlaku dan prinsip etika yang dijaga.

 

Kesimpulan :

 

Penggunaan bahan pangan kadaluwarsa jelas melanggar hukum, bertentangan dengan UU Pangan no. 18 pasal 143 dan Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999, sebagai perusahaan dan pelaku bisnis PT SFG jika terbukti menggunakan bahan kadaluwarsa dan memperpanjang masa simpan dengan alasan apapun telah membahayakan keselamatan konsumennya, setra dalam praktiknya perusahaan telah berlaku tidak jujur kepada konsumennya.

Sumber : https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160905075357-20-156072/kronologi-dugaan-bahan-kedaluwarsa-marugame-udon-pizza-hut

 

2.     Albothyl oleh Perusahaan PT PHAROS

Analisis

Dari kasus Albothyl ini, kita tentunya sangat prihatin atas banyaknya pasien yang telah dirugikan. Tapi kita tidak perlu juga saling menyalahkan dan mempertanyakan kompetensi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Berkaca dari kasus Thalidomide, penarikan produk obat karena efek samping yang muncul meskipun produk tersebut sudah lama beredar di pasaran sangat mungkin terjadi.

Hal ini tentunya dipengaruhi faktor sensitivitas dan reaksi setiap orang yang berbeda terhadap suatu obat. Farmakovigilans boleh dibilang tidak hanya dilakukan selama beberapa tahun terhadap suatu obat setelah disetujui izin edarnya, melainkan selama produk tersebut beredar di pasaran.

Dari kasus diatas terlihat bahwa perusahaan melakukan pelanggaran etika bisnis dilihat dari  sudut pandang ekonomi yaitu perusahaan di untungkan tetapi banyak orang yang di rugikan dan perusahaan tidak memenuhi dari prinsip dari etika bisnis yaiu prinsip kejujuran. Perusahaan tidak terbuka dan memenuhi syarat-syarat bisnis dan Mengenyampingkan aspek kesehatan konsumen dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam produknya. Albothyl yang beredar di pasaran saat ini mengandung zat bernama Policresulen dengan konsentrasi 36%. Policresulen adalah senyawa asam organik (polymolecular organic acid) yang diperoleh dari proses kondensasi formalin (formaldehyde) dan senyawa meta-cresolsulfonic acid. Policresulen yang diaplikasikan pada sariawan akan menyebabkan jaringan pada sariawan menjadi mati. Itulah alasan kenapa saat albothyl digunakan pada sariawan akan terasa sangat perih, namun kemudian rasa perih hilang dan sakit pada sariawan pun tidak lagi terasa. Bagi Anda yang pengalaman memakai obat ini mungkin akan menyaksikan sendiri sesaat setelah albothyl digunakan sariawan akan menjadi berwarna putih dan kering. Jadi sebenarnya policresulen ini tidak mengobati sariawan melainkan mematikan jaringan yang sakit atau rusak tersebut. Ketika jaringan sariawan sudah mati, maka tubuh akan melakukan regenerasi sel-sel baru sehingga sariawan menjadi sembuh.

 

Kesimpulan

Banyaknya kasus pelanggaran di dalam etika berbisnis membuat kita sadar bahwa masih banyak nya produsen produsen nakal yang hanya memikirkan materi tanpa memikirkan dampak apa yang telah diperbuat, pemerintah seharusnya lebih teliti terhadap pengawasan peredaran barang barang yang beredar dan harus  lolos uji seleksi. Dan untuk masyarakat kita mengajak untuk selalu peduli terhadap apa yang di nilai kurang baik. Farmakovigilans tidak hanya dilaksanakan oleh industri farmasi tetapi juga didukung oleh masyarakat awam dan profesional kesehatan di lapangan. Bagi masyarakat awam, jika menemukan atau mengalami kejadian yang tidak diinginkan setelah mengkonsumsi suatu obat, bisa menghubungi produsen dan melaporkan kejadian yang dialami (kecuali kejadian serius yang memerlukan penanganan segera ke klinik atau rumah sakit). Biasanya produsen memiliki nomor kontak layanan keluhan konsumen. Keluhan-keluhan ini akan ditindaklanjuti oleh bagian Farmakovigilans di setiap perusahaan atau produsen.

Bagi profesional kesehatan lain, pelaporan ini bisa dilakukan dengan mengisi Form Kuning (Formulir Pelaporan Efek Samping Obat) pada website e-meso.pom.go.id. Untuk kemudian dikirimkan ke Pusat Farmakovigilans / MESO (Monitoring Efek Samping Obat) Nasional, Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Badan POM RI.

MESO yang dilakukan di Indonesia, bekerja sama dengan WHO-Uppsala Monitoring Center (Collaborating Center for International Drug Monitoring) yang bertujuan untuk memantau semua efek samping obat yang dijumpai pada penggunaan obat. Hasil semua evaluasi yang terkumpul akan digunakan sebagai materi untuk melakukan re-evaluasi atau penilaian kembali pada obat yang telah beredar untuk selanjutnya menerapkan tindakan pengamanan yang diperlukan.

 

3.     Pt indofood sukses makmur

·                     PT. Indofood Sukses Makmur,Tbk Tidak Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis

Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran.

Tanggal 9 Juni 2010, Food and Drugs Administration (FDA) Taiwan melayangkan surat teguran kepada Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taiwan karena produk tersebut tidak sesuai dengan persyaratan FDA. Dalam surat itu juga dicantumkan tanggal pemeriksaan indomie dari Januari-20 Mei 2010 terdapat bahan pengawet yang tidak diizinkan di Taiwan di bumbu Indomie goreng dan saus barberque.

Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. "Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini," kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadi, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.

 A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung didalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipaginini dibatasi maksimal 0,15%.Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini.

Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mgper kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lainkecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.

Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision,produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu,gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec.Produk Indomie yang dipasarkan diTaiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia.

Kesimpulan dari sudut pandang ini, perusahaan tidak melakukan pelanggaran etika bisnis sebab perusahaan sudah mengikuti standar yang ditetapkan, sebab perusahaan dalam hal penggunaan zat tersebut masih dalam tahap wajar.

 

PEMBAHASAN MASALAH

 

Indofood merupakan salah satu perusahaan global asal Indonesia yang produk-produknya banyak di ekspor ke negara-negara lain. Salah satunya adalah produk mi instan Indomie. Di Taiwan sendiri, persaingan bisnis mi instant sangatlah ketat, disamping produk-produkmi instant dari negara lain, produk mi instant asal Taiwan pun banyak membanjiripasar dalam negeri Taiwan.Harga yang ditwarkan oleh Indomie sekitar Rp1500, tidak jauh berbeda dari harga indomie di Indonesia, sedangkan mi instan asal Taiwan dijual dengan harga mencapai Rp 5000 per bungkusnya. Disamping harga yang murah, indomie juga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan produk mi instan asal Taiwan, yaitu memiliki berbagai varian rasa yang ditawarkan kepada konsumen. Dan juga banyak TKI/W asal Indonesia yang menjadi konsumen favorit dari produk Indomie selain karena harganya yang murah juga mereka sudah familiar dengan produk Indomie.Tentu saja hal itu menjadi batu sandungan bagi produk mi instan asal Taiwan, produkmereka menjadi kurang diminati karena harganya yang mahal. Sehingga disinyalir pihak perindustrian Taiwan mengklain telah melakukan penelitian terhadap produk Indomie, dan menyatakan bahwa produk tersebut tidak layak konsumsi karena mengandung beberapa bahan kimia yang dapat membahayakan bagi kesehatan.

Hal tersebut sontak dibantah oleh pihak PT. Indofood selaku produsen Indomie. Mereka menyatakan bahwa produk mereka telah lolos uji laboratorium denganhasil yang dapat dipertanggungjawabkan dan menyatakan bahwa produk indomie telah diterima dengan baik oleh konsumen Indonesia selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Dengan melalui tahap-tahap serangkaian tes baik itu badan kesehatan nasional maupun internasional yang sudah memiliki standarisasi tersendiri terhadap penggunaan bahan kimia dalam makanan, indomie dinyatakan lulus uji kelayakan untuk dikonsumsi.Dari fakta tersebut, disinyalir penarikan produk Indomie dari pasar dalam negeri Taiwan disinyalir karena persaingan bisnis semata, yang mereka anggap merugikan produsen lokal.Yang menjadi pertanyaan adalah mengapatidak sedari dulu produk indomie dibahas oleh pemerintah Taiwan, atau pemerintah melarang produk Indomie masuk pasar Taiwan?. Melainkan mengklaim produk Indomie berbahaya untuk dikonsumsi padasaat produk tersebut sudah menjadi produk yang diminati di Taiwan.

Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa ada persainag bisnis yang telah melanggar etika dalam berbisnis.Hal-hal yang dilanggar terkait kasus pelanggaran etika bisnis pada perusahaan PT Indofood secara hukum :

·Undang-undang nomor 8 tahun 1999 pasal 3 F yang berisi meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang/jasa, kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen

·Undang-undang nomor 8 tahun1999 pasal 4 A tentang hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/jasa·Undang-undang nomor 8 tahun 1999 pasal 8 yang berisi “pelaku usaha dilarang untuk memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud.

 

SOLUSI PERLINDUNGAN KONSUMEN

 

Solusi dalam pelanggaran akan etika bisnis dalam hal perlindungan konsumen pada kasus yang dialami perusahaan :

·                     Dalam Undang-undang pasal 62 disebutkan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17, ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e,, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

·                     Terhadap sanksi pidana sebagaimana dalam pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa :

1.Perampasan barang tertentu;

2.Pengumuman putusan hakim;

3.Pembayaran ganti rugi;

4.Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya    kerugian konsumen;

5.Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau

6.Pencabutan izin usaha.

 

KESIMPULAN

 

Dari kasus indomie di Taiwan dapat dilihat sebagai contoh kasus dalam etika bisnis. Dimana terjadi kasus yang merugikan pihak perindustrian Taiwan yang produknya kalah bersaing dengan produk dari negara lain, salah satunya adalah Indomie yang berasal dari Indonesia. Taiwan berusaha menghentikan pergerakan produk Indomie di Taiwan, tetapi dengan cara yang berdampak buruk bagi perdagangan Global.

Tetapi jika dilihat dari sudut pandang lain, dapat disimpulkan bahwa PT.Indofood tidak melakukan pelanggaran etika bisnis dan hanyalah kesalahpahaman antara pihak Taiwan dan Indonesia. Masalah tersebut bertambah karena produk indomie yang di pasarkan di Taiwan seharusnya untuk di konsumsi di Indonesia bukan di Taiwan, sehingga terjadilah kasus penarikan produk Indomie di pasaran Taiwan karena standar yang di tetapkan Taiwan dengan Indonesia berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

http://zakidarmawan03.blogspot.com/2018/04/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis.html.

 

 

 

4.      PELANGGARAN ETIKA BISNIS PT. FREEPORT INDONESIA


Latar Belakang Masalah
            Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alamnya, namun hal itu belum mampu untuk mensejahterakan masyarakatnya sendiri, terlihat dari masih banyaknya kemiskinan, pengangguran dan Gap antara orang kaya dan miskin yang terlampau amat jauh. Hal ini di sebabkan salah satunya karena ketidak mampuan SDM di Negara kita untuk mengolah SDA agar menjadi barang siap jual. Pada akhirnya benyak eksploitasi alam di Negara kita di lakukan oleh bangsa asing, sehingga yang seharusnya SDA yang keuntungannya kita dapat manfaatkan untuk kepentingan Negara dan masyarakat sendiri harus berbagi dengan orang asing karena belum bisa mengolahnya sendiri. Seperti salah satu contohnya adalah tambang Emas yang ada di pegunungan Grasberg dan Ertsberg Papua, tambang ini di kuasai oleh salah satu perusahaan tambang besar yang berasal dari Amerika. Kontrak dari perusahaan tersebut sudah di tanda tangani kurang lebih 49 tahun yang lalu, dan masih berlangsung hingga sekarang. Di perkirakan kontrak tersebut selesai pada tahun 2021.
Dari sekian lamanya waktu operasi yang di lakukan tambang Emas Freeport tersebut harusnya sudah dapat mensejahterakan masyarakat banyak khususnya di daerah Papua namun hal tersebut belum terjadi. Padahal jika kita ketahui eksploitansi alam dilakukan tambang freeport begitu nyata, dengan meninggalkan berbagai lubang galian yang besar yang mengganggu keseimbangan alam di sekitaran tambang.
Selain itu, Freport juga mempunyai masalah dengan pemerintah yaitu masalah tentang ketetapan mengubah izin Kontrak Karya dengan izin IUPK yang dalam hal ini seharusnya Freeport sebagai perusahaan tambang yang beroperasi di Negara kedaulatan Indonesia mengikuti apa aturan yang telah berlaku di Negara Indonesia. Yang sesuai dengan apa yang masyarakat Indonesia inginkan. Namun hal itu malah di tolak oleh Freeport dan mengancam akan membawa masalah ini ke pengadilan arbritasi Internasional. Tentu harusnya tambang Freeport sebagai perusahaan yang beroperasi di Indonesia harus mengikuti Hukum yang berlaku di Negara Indonesia agar tidak menjadi masalah yang merugikan bagi kedua belah pihak
Analisis Masalah
Freeport Indonesia mulai beroperasi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua dari tahun 1967 sampai dengan sekarang dengan berdasarkan pada dua Kontrak Karya. KK I pada tahun 1967 dengan masa berlaku kontrak selama 30 tahun. Dan kemudian pada tahun 1991, dibuat KK II dengan masa berlaku kontrak selama 50 tahun terhitung dari Kontrak Karya yang ke I. Berdasarkan Kontrak Karya II ini, luas penambangan Freeport bertambah seluas 6,5 juta acres (atau seluas 2,6 juta ha) (disebut Blok B). Dari Blok B, telah dilakukan eksplorasi seluas 500 ribu acres (sekitar 203 ribu ha)
Mayoritas saham yang terdapat pada PT. Freeport Indonesia dimiliki oleh Freeport McMoRan Copper & Gold Inc, dengan presentase sebanyak 90,64 %, sementara itu sisanya sebesar 9,36 % dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Sejauh ini, Freeport McMoran telah melakukan eksplorasi pada dua tempat di Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Kedua tempat tersebut diantaranya: tambang Erstberg (operasional dimulai dari tahun 1967-1988) dan tambang Grasberg (operasional dimulai dari tahun 1988- sekarang)
Belakangan ini PT.Freeport Indonesia berulah kepada pemerintah yaitu tidak mau mengubah Kontrak Karya menjadi IUPK (izin usaha pertambangan khusus). Hal ini terjadi karena sesuai dengan UU No.4 tahun 2009 tentang mineral dan batu bara dimana pasal 170 UU minerba menyatakan bahwa perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya di wajibkan melakukan pemurnian dan pengolahan tambangnya di dalam negeri sebelum dilakukan exspor dalam kurun waktu 5 tahun sejak UU tersebut di sahkan. Artinya PT Freeport diberikan jangka waktu 5 tahun untuk membuat pabrik pemurnian (smelter). Jadi, pada tahun 2014 lalu seharusnya PT Freeport Indonesia sudah melakukan pemurnian hasil tambangnya di Indonesia agar tetap bisa melakukan kegiatan expornya. Namun demikian Freeport tidak menggubris yang dalam hal ini PT. Freeport Indonesia tidak membuat pabrik pemurnian (smelter) yang sebagai mana UU tersebut mengatur. disini PT Freeport Indonesia sudah jelas melanggar etika hukum yang berlaku di negara Indonesia yang sesuai amanat bahwa setiap perusahaan yang beroperasi di Indonesia harus mengikuti UU yang berlaku di negara indonesia tersebut.
Sesuai dengan peraturan pemerintah No.1 tahun 2017 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan pemerintah sudah berbaik hati memberikan IUPK kepada PT Freeport Indonesia agar PT. Freeport dapat beroperasi kembali, namun harus sesuai dengan peraturan IUPK yang berlaku, tetapi dalam hal ini Freeport menolaknya dan masih menginginkan KK yang berlaku. Dan malah mengancam pemerintah dengan cara akan membawa masalah tersebut ke pengadilan Arbritase internasional.
Selain itu, Jika kita melihat sumbangan yang di berikan PT Freeport kepada Negara Indonesia juga tidak seberapa terlihat dari masyarakat di sekitaran tambang yang masih banyak hidup miskin. Hal tersebut menunjukan PT. Freeport Indonesia tidak menguntungkan  untuk Indonesia tetapi lebih menguntungkan untuk Amerika serikat.  Dan biaya CSR yang di berikan kepada rakyat Papua juga sedikit yaitu tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT Freeport Indonesia. justru rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat dan vegetasi.
Kesimpulan
Setelah sekian lama PT. Freeport Indonesia melakukan eksploitasi tambang di kawasan pegunungan grasberg papua PT. Freeport Indonesia tidak mau mengikuti peraturan perundang – undangan Negara Indonesia, malah cenderung mengabaikannya. Yang di langgar oleh PT Freeport Indonesia antara lain adalah UU No.4 Tahun 2009 yang berisi tentang pertambangan mineral dan batubara yang salah satunya menyatakan bahwa ‘’mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia tuhan yang maha esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus di kuasai oleh nagara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan’’. Artinya PT Freeport harus membuat pabrik pemurnian mineral (smelter) di Indonesia terlebih dahulu jika masih ingin melakukan exspor ke luar bukan malah membawa semua mentahannya ke luar. Karena itu adalah kehendak rakyat banyak. Namun hal tersebut tidak di perhatikan oleh PT Freeport sehinga yang masa pembangunan smelter seharusnya bisa dilaksanakan selama kurun waktu 5 tahun setelah UU tersebut berlaku belum di buat – buat sampai sekarang.
Hal tersebut tentunya melanggar etika hukum peraturan yang berlaku, sebagai perusahaan yang beroperasi di wilayah Negara Kedaulatan Republik Indonesia seharusnya Freeport mengikuti apa peraturan yang pemerintah keluarkan, apalagi sudah melanggar dan pemerintah sudah bertindak baik masih memberikan izin usaha.sebagai perusahaan yang mempunyai Etika dalam hal ini PT. Freeport harus mengikuti perubahan Kontrak Karya ke dalam IUPK sesuai dengan peraturan pemerintah No. 1 tahun 2017 jika masih ingin operasi bisnisnya berjalan.
Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan karena keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar, melainkan untuk Negara Amerika.
Saran Etika Bisnis
Sebagai perusahaan yang sudah beroprasi cukup lama seharusnya PT Freeport Indonesia mengikuti peraturan perundang – undangan yang berlaku dinegara Indonesia agar kegiatan expornya bisa berjalan lancar. Dan tidak ada kerugian yang di dapatkan baik dari pihak pemerintah maupun pihak PT Freeport.
Dan untuk pemerintah indonesia di harapkan bisa lebih tegas dalam menegakkan hukum untuk kesejahteraan masyarakat

 

Sumber

https://munjiyatsyaiful.wordpress.com/2017/03/28/pelanggaran-etika-bisnis-pt-freeport-indonesia/. Di  akses pada 29 april 2019

 

5.      Pelanggaran Etika Bisnis PT. Tirta Fresindo Jaya

        Undang-undang Sumberdaya Air merupakan salah satu Undang-undang yang disusun melalui pinjaman program Bank Dunia (Water Resources Sector Adjustment Loan) sebesar US$ 300 juta. Undang-undang ini juga didasari atas cara pandang baru terhadap air, yaitu air sebagai barang ekonomi yang mendorong terjadinya komersialisasi, komodifikasi dan privatisasi air. Sebagai turunan, tentu saja air sebagai barang ekonomi menjadi landasan utama dalam menyusun Undang-undang Sumberdaya Air.

        Dari pemaparan tentang latar belakang masalah diatas maka penulis menganalisa bahwa terjadi indikasi pelanggaran Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT. Tirta Fresindo Jaya diantara bukti-buktinya adalah sebagai berikut:

a.       Mengacu konstitusi agraria di Indonesia, bahwa bumi, termasuk tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, merupakan sumber kekayaan agraria yang harus dilindungi oleh Negara dan diperuntukkan sebesar-besarnya untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat sesuai Pasal 33 UUD 1945 dan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960 oleh karena itu seharusnya PT. Tirta Fresindo Jaya tidak melakukan eksploitasi dan privatisasi sumber mata air uang merupakan sumber kekayaan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

b.      Warga Cadas Sari dan Baros yang sebagian besar merupakan petani telah dijamin oleh UU No. 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU Perlintan) dalam bentuk kepastian hak atas tanah dan lahan pertaniannya namun hak telah oleh PT. Tirta Fresindo Jaya         .

c.       Hak agraria petani Cadas Sari – Baros yang dilindungi UU No.41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan telah direnggut oleh PT. Tirta Fresindo Jaya dimana seharusnya aktivitas pembangunan lainnya harus menjamin perlindungan fungsi lahan pertanian yang ada.

        Adapun solusi dalam pelanggaran akan etika bisnis yang dilakukan oleh PT. Tirta Fresindo Jaya terhadap masyarakat agar  masalah ini bisa segera terselesaikan adalah:

a.       Jajaran kepolisian yakni Polda Banten dan Polres Pandeglang agar segera Membebaskan tiga orang warga Cadas Sari – Baros yang telah ditetapkan sebagai tersangka tanpa proses hukum yang jelas.

b.      Pihak Kepolisian Polda Banten dan Polda Pandeglang untuk segera menghentikan tindakan penyisiran yang dilakukan ke rumah-rumah warga sehingga meninggalkan teror dan ketakutan di kalangan warga.

c.       Pihak Kepolisian Polda Banten dan Polres Pandeglang untuk segera memproses tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group) yang telah merampas hak-hak agraria warga Cadas Sari – Baros.

d.      PT Tirta Fresindo Jaya agar menghormati surat Bupati Pandeglang ( Erwan Kurtubi) No. 0454/1669-BPPT/ 2014 tertanggal 21 November 2014 perihal penghentian kegiatan investasi PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group).

5.1    Kesimpulan

        Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya hendaknya perusahaan menerapkan dengan benar prinsip-prinsip etika bisnis tujuannya agar meminimalisir pelanggaran-pelanggaran yang tentu saja akan merugikan masyarakat. Secara umum etika dalam berbisnis merupakan acuan cara yang harus ditempuh oleh sebuah perusahaan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Untuk itu etika bisnis memiliki prinsip-prinsip umum yang dijadikan fondasi untuk melaksanakan kegiatan agar tujuan bisnis dapat tercapai.

       

 

Sumber

http://heruseptian84.blogspot.com/2017/04/studi-kasus-pelanggaran-etika-bisnis.html. di akses pada 29 April 2019

#bangganarotama #narotamajaya #dosenkuayurai

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar